Jumat, 11 September 2015

Seranum rindu di Lawu

Secangkir kopi yang baru kubuat terjatuh dari atas meja kerjaku, terhempas oleh tangan kecil ini. Belum sedikitpun kuteguk dan kucicipi rasa pahit manisnya. Rasa pahit atau manis yang dominan tergantung dari adukan pertama. Apapun yang dominan kau harus terima. Seperti halnya kehidupan, rasa pahit manisnya satu paket. Hanya saja manusia tak pernah sadar bahwa pabila kita berdoa meminta hujan kita harus berurusan dengan lumpurnya, pabila meminta hangat kita harus berurusan dengan teriknya kemarau. Begitupun dengan jatuh cinta, seringkali manusia tak merasa terima dengan rasa "jatuh" nya. Itulah manusia.
Kembali  lagi pada  kopi siang ini, dua gelas creamy latte habis tanpa sisa lengkap dengan bungkusnya yang masih berserakan di atas meja kerjaku. Hari ini begitu terasa lama sekali, mungkin karena ada sesuatu yang kutunggu. Kuhabiskan sisa waktu dengan membaca, menggambar dan sesekali tersenyum sendiri melihat tingkah laku orang-orang disekitar. Selalu sibuk menyaksikan kesibukan orang lain. Walau aku juga tak yakin mereka benar-benar sibuk. Yang tergambar pada wajah mereka hanya uang dan kecemasan, hiruk pikuk ibukota. Dan memang tidak bisa dipungkiri uang memegang kendali...
Bisingnya memecahkan gendang telinga, ramainya melelahkan mata. Seperempat hari kuhabiskan disana seperti bunga layu kepanasan. Sore ini, saat adzan ashar mulai kalah dengan riuhnya manusia yang ingin cepat-cepat kembali ke rumahnya masing-masing untuk melepas penat dengan orang-orang tercinta. Sementara aku masih tersenyum sendiri melihat keadaan sekitar. Kutengok jam tangan. "Waktunya bernostalgia dengan teman hidup *ransel* ." Pikirku.
Tanpa kurasakan terik, ku berjalan menuju keramaian, keramaian yang membosankan. Lama sudah ku tak memasuki gerbang ini. Gerbang hilir mudik manusia beriman maupun tak beriman dari desa ke kota, begitupun sebaliknya. Pada kenyataannya gerbang yang sangat kubenci. Benci karena,,,sebut saja calo kendaraan dan karbondioksida yang membuat urat urat kepala naik dan dahi sedikit mengkerut. Beruntungnya hanya transit di gerbang ini. Suara mesin kereta api memegakkan telinga.
Kuhabiskan sudah 14 jam dalam kendaraan panjang ini, sedikit ku bertanya-tanya. Apa mereka tidak bosan berdiri di sini melayani penumpang?pikirku. Apa karena pengabdian? Apa karena pelayanan? atau hanya karena tuntutan situasi kondisi? pertanyaan ini silakan tanya pada mereka disana.
Emmm...disetiap perjalanan pasti ada hambatan sekecil apapun. Tidak semua yang kita rencanakan akan selalu berjalan dengan mulus. Ketauhilah ini sudah rancangan-Nya.
Pikir cemas terlintas sesaat pada orang tua yang kukasihi di rumah. Terimakasih pada-Nya karena ku masih diberi nafas kehidupan.
Perjalanan ku lanjutkan dengan menggunakan bus seperempat. Hati dan pikiranku sudah disana, di titik pendakian bersama mereka yang kukasihi. Semoga mereka baik-baik saja, ucapku.
Senja sore itu sangat ragu, seakan takut akan datang nya malam. Malam pun menjelang merenggut sisi terang. Penantian yang panjang hingga berada di titik pendakian ini. Pikir cemas hilang sesaat ketika bau hutan merasuki hidungku. Kaki ku mulai melangkah kecil mencoba merobek malam. Semangat membara karena mereka yang kukasihi menanti kehadiran ku. Buliran keringat membasahi wajahku, tergesa-gesa berharap bisa cepat bertemu mereka. Kaki terus melangkah tanpa memperhatikan wajah-wajah di sekitar. Ada yang cemas, ada yang setengah kosong, ada yang takut dibuntuti sang malam, itu yang kurasakan. Tapi entahlah karena hanya Tuhan yang tahu rasa dibalik sebuah wajah.
Di sisi lain, tidak bisa dibohongi hati ini kembali cemas memikirkan keadaan mereka. Semoga mereka sehat tanpa kekurangan satu apapun, 'doaku sepanjang jalan ini'. Jalan gelap tak mengurangi semangatku karena gelap bukan saat dimana tak ada cahaya, kegelapan ada saat dimana kau tak melihat cahaya. Perlahan tapi pasti, waktu pasti akan mengubur jalan yang kulalui. Asa hilang ketika jalan yang kulalui begitu panjang. Namun asa kembali datang saat seruan dia memanggilku. Sepasang matanya masih terbuka dengan kepala yang mencoba menerawang masuk di kegelapan malam menyerukan dan memanggilku walau gelap samar menutupi pandangannya. Tapi yakinlah cahaya itu tetap ada, begitupun dengan terang, ia bukan saat dimana tak ada gelap. Tetapi terang ada saat dimana kita memilih cahaya. Kuhampiri dia yang menyerukan namaku. Cemas bergantikan senyuman bahagia ketika ku melihat dia. Sinar keraguan terpancar dari wajah-wajah mereka yang terhanyut dalam doa. Seperti sekelompok anak yang keletihan terpisah dari induknya. Namun perlahan sinar harapan terpancar kembali dari wajah mereka setelah kuberi sedikit  api semangat.
Tak lama setelah senda gurau dan istirahat yang cukup,  kami terus melanjutkan perjalanan sebelum malam semakin larut. Kebersamaan itu, tawa itu, keceriaan itu, amarah itu semua menjadi satu menguap bersama malam yang bisu. Dinginnya malam itu memenjarakan tulang seakan darah ini sulit untuk mengalir. Tanpa pikir panjang setelah kaki ini cukup lelah untuk melangkah, kudirikan tenda seadanya seraya melindungi dua malaikat Tuhan dari terpaan angin yang menggetarkan kaki-kaki kecil ini. Malam itu ingin sekali kudekap dia dalam kehangatan hingga tertidur lelap di atas bahuku dibawah naungan nyanyian jiwa.
Cukup lama ku terjaga memerangi sang malam. 'Apa yang akan terjadi besok?' tanyaku malam itu. Semoga yang terbaik. Dalam kedinginan, suara samar adzan subuh seakan menemaniku dan memberikan kehangatan, mentari muncul dengan sedikit senyum sendu dari arah ufuk timur. Sinar nya mulai mengintip merasuk ke celah-celah semak belukar. Gelap pun pudar perlahan termakan cahaya. Pagi itu kusapa mentari dengan kerendahan hati. Muka-muka kusam sisa semalam mulai bangun tertatih seakan lupa dengan dinginnya tadi malam. Pada hakekatnya dinginnya malam dan hangatnya pagi hanya bertugas memainkan perannya. Dan peran kita sebagai manusia harus bisa bersahabat dengan mereka.
Senyum dia dan mereka membuatku tetap terjaga di pagi itu. Dengan berbekal semangat kami lanjutkan perjalanan menuju puncak. Tentu saja perjalanan masih panjang. Senandung nyanyian alam raya menemani langkah kami. Tiap langkah yang kami pijakkan tentu saja disertai dengan rasa syukur karena betapa indah dunia yang Tuhan sediakan untuk kita mainkan. Maha besar kuasa-Nya yang telah menciptakan segala sesuatunya secara sempurna dan berimbang. Berimbang seperti halnya siang dan malam, baik dan buruk, laki laki dan perempuan, kamu dan aku, semuanya terbagi pada dua sisi, semuanya diciptakan berpasangan.
Kembali pada perjalanan. Rasa letih, lelah, haus, dingin, panas yang dirasa hilang terbayar lunas ketika kaki kecil ini berada di titik tertinggi. Bahagia bukan main yang kurasa bisa melihat dia dan mereka bisa tersenyum pana di titik tertinggi ini. Ada satu fase tersirat dalam perjalanan yang mereka telah lewati yakni merangkak, duduk, berdiri, berjalan, melangkah, menanggung beban, suatu fase alur kehidupan yang harus dilalui.
Cerita ini bukanlah cerita, ini hanya sebatas rindu. Kerinduan untuk selalu berada disamping menjaga dia. Perlahan cerita ini hanya akan menjadi selembar penanda bahwa aku ada untuk dia.
Secarik perjalanan ini kutulis bukan untuk membanggakan diri. Hidup hanya sebuah jembatan yang dibangun dan diciptakan untuk diwarnai seindah mungkin. Selalu bersyukur atas kehidupan yang Tuhan pilihkan untuk kita. 'Allahumma, la ilaha illa anta. Subhanaka, inni kuntu minazzhalimin'.  Maka jadikanlah kami orang-orang yang pandai untuk bersyukur. Yakinilah, setiap jiwa yang hidup pasti akan menemukan  sebuah jawaban yang indah pada akhirnya atas perjalanan panjang penuh tanda tanya ini.

Lawu 2015

By: Siloka Ingsun


Kamis, 30 Juli 2015

Pasti

............................................

Ketika harapan itu nyata..
Bahagia pun bukan main...
Tapi ketika harapan itu sirna...
Apakah bisa ikhlas menerimanya...

Belajar untuk itu..
Belajar untuk menerima apa yg menjadi kehendak Nya..
Harapan memang perlu tapi serahkan semuanya ke dalam tangan-Nya..

Niscaya walaupun harapan itu tak menjadi nyata...
Tapi rasa damai yg luar biasa meyelimuti hati ini...

Sulit memang tapi pasti bisa...
Bila kita berserah hanya kepada Nya..

Belajar hanya untuk tidak terlalu berharap..
Belajar untuk menerima apa yg terjadi..
Belajar untuk tersenyum walau....
Belajar percaya bahwa mukjizat-Nya pasti nyata untukku...untuk anda..untuk mereka.

Walau rasa kecewa..kesal..
Berkecamuk dalam dada.
Selalu percaya d setiap badai pasti ada pelangi..
Dan ku percaya Tuhan akan mengganti semuanya yg lebih baik....
PASTI..

Kutitipkan rindu pada mereka yg kukasihi..

Jumat, 10 Juli 2015

Ikhlas seperti hujan

Hujan...
Entah aku sedang risau atau pun gundah
Kau tetap sama
Selalu membasahi
Ketika ku kering oleh rindu
Kau datang membasahi jalanku
Kadang kau tak diharapkan
Kadang kau diharapkan
Tapi kau tetap ikhlas
Membasahi isi bumi
Gumpalan awan dan kilatan petir kadang menemanimu
Rintikmu begitu syahdu
Tapi sungguh malang nasibmu
Selalu dijadikan kambing hitam
Oleh segelintir manusia hina
Kau memberi tanpa mengharap kembali
Kau membasahi tanpa memilih
Kasihmu tak kan hilang dalam hitungan waktu


by : Siloka Ingsun

Kamis, 09 Juli 2015

surya kencana

Mentari nan perkasa

Mengintip dari tirai cakrawala

Degradasi garis langit

Menghiasi lara yang meraja

Sepotong memori yang tertelan

Diantara jajaran bunga abadi

Bunga yang tak berwangi

Namun bermakna di relung hati

Di bawahnya mengalir sungai

Sungai kehidupan..

Bila malam tiba

Taburan bintang ikut menghiasi

Semilir angin riuh terhempas

Dari balik gunung gemuruh dan gede

Dinginnya menusuk

Menggetarkan jiwa yang haus akan rimba

Seperti membisikan keraguan

Namun hati ini tak pernah ragu

Tentang kemegahannya

Bila esok masih tersisa nafas

Ingin sekali ku kembali



by : Siloka Ingsun

Selasa, 07 Juli 2015

kau kecil tapi besar

Kembali bercumbu dengan semesta. Kaki-kaki kecil mulai melangkah. Malam pun mulai mendekapku erat. Aku tak dibiarkannya jatuh ke dalam alam mimpi. Semakin larut semakin dingin yang aku rasa, tapi hangat canda tawa meluruhkannya.

Seperempat malam telah aku lalui. Menanti pagi yang belum tiba. 
Beberapa raut muka mulai terlihat letih.
Di sini, di titik ini walau berbeda satu bukit dengan yang dituju. Aku membaringkan tubuh. Tubuh yang hanya titipan.

Pagi mulai menyapa. Aku tertatih dalam ruang mimpi. Perlahan membuka mata. Embun pagi mengecup kening , seakan memberikan kasih sayang. Ku berbisik kepadanya "apakah perjalanan masih panjang?". Dia tidak menjawab. Mungkin terlalu dini untuk bertanya. Pikirku.

Selepas beberapa doa yang kami panjatkan pagi itu,  aku dan mereka melanjutkan perjalanan sembari menatap dan menunjuk tempat yang dituju. "Terlihat kecil, ucap mereka". Menikmati hangat mentari yang masuk ke dalam pori-pori kulit. Keceriaan menyelimuti kami. Sangat bersemangat. Hingga menjelang siang semangat kami redup. Tampaknya mentari lebih bersemangat membakar kulit kami. Debu dari pijakan sangat menggangu pernafasan. Raut patah arang mulai muncul.

Tawa canda kembali memecahkan suasana. Namun tak lama sampai beberapa mulut berucap keluh. Kaki terus melangkah sebelum asa hilang menjelang malam. Terang pada akhir nya dimakan gelap. Alat penerang seadanya menemani aku. Cahaya nya yang samar menembus batas rimba. Masuk ke dalam celah-celah belantara. Tampak pepohonan rimbun seperti bercengkrama mesra di dalam gelap nya malam.

Tak sadari kaki-kaki yang lemah ini telah berpijak pada tanah penantian. Tanah yang sunyi. Tanah di atas ketinggian. Aku ucapkan salam, ku perkenalkan diriku yang kerdil ini seraya menatap ribuan bintang yang menyapa hangat di atas sana. Gemerlap lampu kota pun tak mau kalah di bawah sana.
Angin bergemuruh menggetarkan kaki-kaki ini. Masih bersama gelap kutitipkan tubuh ini hingga menunggu pagi.

Pagi itu, mentari muncul dan melakukan tugasnya dengan baik. Dengan sekejap tanah penantian ini berubah bak lautan manusia. Wajah-wajah lelah sisa semalam pudar terbiaskan oleh lukisan Sang Pemilik Semesta. Karya Tuhan tak pernah mengecewakan.
Berpikir sejenak di atas awan."Apakah ini cara menikmati ciptaan-Nya?" Apakah ini wujud dari mencintai semesta alam?". Bukan. Pikirku.
Jangan pernah mengukur dalamnya cinta hanya dari perlakuannya. Dia yang diam di rumah belum tentu cinta nya lebih kecil daripada dia yang berpetualang tapi tidak menjaga alam dengan baik.

Misi pun telah terlaksana dengan baik, yakni aku dan mereka telah berpijak di tanah penantian ini. Namun tujuan yang sebenar nya adalah kembali ke rumah dengan selamat. Karena disanalah ada orang-orang yang aku dan mereka rindukan.
Berbekal semangat aku dan mereka segera turun. Terik nya mentari beradu dengan debu merupakan kombinasi yang luar biasa. Cukup membuat persediaan air kami habis.
Beberapa pasang tangan mulai menopang lutut. Buliran keringat terjatuh. Suara hembusan nafas terengah-engah. Detak jantung berdeguk kencang. Saling bertatapan satu dengan yang lain. Sebagian sorot mata masih memiliki keyakinan, ada yang kosong, segelintir dengan raut keraguan.
Menguras tenaga. Kerongkongan terasa nikmat bila dilalui minuman berkarbonasi, itu yang ada dalam benak kami.

Kembali berkeluh. Seperti teriakan jangkrik yang mengeluh-eluhkan kehidupan. Namun keluh tak dapat menyelesaikan permasalahan.
Aku hening mencoba bercermin diri. Yang aku rasa ini adalah ujian.
Pikirku, keangkuhan manusia yang menyebabkan hancur nya sebuah perjalanan, seolah-olah tak percaya pada Sang Pemilik Semesta. 
" kau terlihat kecil tapi besar "
Hati-hati dengan ucapanmu. Ucapan adalah doa. Itu benar.
Seperti kutipan dari sahabat. Jika gunung dan belantara dapat berkata.


Mungkin ini yang akan dikatakannya :
"Kalian yang mendatangiku"
"Aku bukan untuk kalian taklukan"
"Aku menjamu setiap niat dan perkataan baik"
"Dan aku akan menguji setiap kezaliman!"







Cikuray 2009
by : Siloka Ingsun

Senin, 06 Juli 2015

entahlah

Sekarang tertawa besok bisa menangis
Sekarang sehat besok bisa sakit
Sekarang kaya besok bisa miskin
Semua atas kehendak-Nya
Angin pun bergerak atas kehendak-Nya
Begitu pun ombak
Tak tau berapa lama kita hidup
Mungkin sampai besok
Mungkin sore nanti
Mungkin...
Entahlah...
Belajarlah untuk menanam beberapa akar dan berusaha berdiri sendiri
Jangan kau seperti tanaman merambat yang bisa hidup jika menempel pada pohon
Belajar rendah hati
Menunduk pada yang tua
Merendah pada yang meninggi
Berdiri tegak menyikapi hidup
Lebih baik jadi orang penting?
Lebih penting jadi orang baik?
Entahlah....
Manusia hidup bersama waktu
Pria wanita, tua muda
kaya miskin, baik buruk
Pada akhirnya...
Semua akan kembali pada tempatnya.


by : Siloka Ingsun


batu akik

Dua kata yang sedang populer saat ini,,ya sebut saja Batu Akik.
Fenomena batu akik di Indonesia sangat luar biasa. Luar biasa gila nya menurut penulis. Terbawa arus untuk membeli sesuatu secara berjamaah sebut saja euforia. Menyebar seperti virus, lebih cepet dari virus ebola kaya nya :0 . Kaya tetangga penulis inisial D.M. Kemarin belum pake batu akik sekarang  istri anak dan sanak saudara nya pada pake batu akik semua. Sirik aja ya ni penulis :( , suka-suka dia lah.
Tidak mengenal batasan dan kalangan mulai dari anak kecil ingusan hingga orang lanjut usia yang ga tau diri :D . Mulai dari si kaya  yang pelit hingga si miskin yang sombong. Pria wanita tua muda sama saja. Sama-sama tidak rasional.
Tidak rasional yang pertama mengacu pada hal-hal mitos, batu akik dianggap memiliki kekuatan magis yang bisa membawa keberuntungan/bejo, mengundang rezeki, bisa merubah nasib serta menambah kharisma. What?? merubah nasib?ngundang rezeki. Miris ya sob :( sudah menduakan-Nya.
Tidak rasional yang kedua mengacu pada nominal harga yang ditawarkan. It is amazing!! Teu eleum-eleum kata orang sunda mah. Satu batu akik ada yang mencapai nilai 7 miliar, pan *cileupeung *(ungkapan kekesalan yang tidak tersalurkan)..Dapat angka sigitu dari mana coba? Apakah ada kriteria dan acuan nya?Apakah ada buku pedoman nya?
Penulis pun salah satu penggemar batu akik (tidak munafik) tapi tetep rasional pake akal sehat. Hanya sekedar suka warna corak motif. Just for Art!
Di balik ketidakrasionalan ini ada sisi positif dan negatif.
Positif nya perekonomian rakyat jelata bisa naik. Pengangguran banyak yang berkreasi di bidang ini. Ternyata orang-orang Indonesia itu kreatif. Batu akik Indonesia semakin mendunia karena corak dan jenis nya yang banyak.Persentase kesehatan pun naik, karena tiap pagi hingga malam para penggila batu akik menggosok batu nya :( .Olah raga tangan,,yang stroke, rematik, asam urat bisa sembuh (hehehe serius amat baca nya)
Negatif nya pekerjaan dikantor terbengkalai karena ngomongin batu mulu, gosok mulu sampai ledeh :( kaya di kantor penulis. Uang habis untuk beli batu akik, beli beras mah engga. Ujung-ujung nya di marahin istri :D
Lebih banyak efek positif atau negatif?
Permasalahan nya kembali kepada pola pikir masing-masing. Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.

Masih pada mau beli batu akik ??
Penulis sih mau :p

Minggu, 05 Juli 2015

wayang

Kami saukur ngemutan
Kami ge ngaraos teu acan dugi
Teu acan tangtos tiasa mung sèeur lepatna
Nyuhungkeun dihapunten ti luhur sausap rambut ti handap sausap dampal...

Janten jalmi mah ulah agul ku payung butut
Bilih tideuha ku pamawa sorangan
Diluhureun lalangit masih aya lalangit    
  
Paripolah manusa anu agul adigung adiguna
Cunduk kanu waktos ninggang kanu mangsa
Tos keunging kanu tikoro na mah bakal nalangsa tah hirup
Jalmi jago mah jalmi anu tiasa naklukeun sagala rupi hawa napsu awon dinu diri

Kami keudah uninga yen mahkota kahuripan nyaeta handap asor
Sadaya daya na ge sajengkal

Ulah hilap kanu purwadaksi
Ulah hilap kanu wiwitan yen asal muasal kami teh ti manten?
Kami lir ibarat wayang anu ngalalakon dina pangumbaraan
Dibalik sadayana aya dalang anu saujratna nyaeta Sanghyang Widi
Enggal-enggal bebenah diri kumargi salengkah manusa mah maut
Ngan nu janten p'tanyaanna lengkah mana anu bade dijugjug?
Rupina Sanghyang mah nuturkeun yen kami bade lelengkah halu kamana oge teu langkung asal kami siap nyepeung anu landian na resiko..

Ulah hilap aya hiji anu keudah diemutan,
kami hirup kanggo ngantosan mulih,
nu janten pertanyaan ;
"Naon anu bade dicandak upami atos waktosna mulih ka jati mulang ka asal?"


by : Siloka Ingsun


bertemu sembilan

Cerita lama ku tulis kembali....

Dalang pun telah tertidur lelap
Astina dan karangtumaritis porak poranda
Sang semar bersembunyi dalam terang
Melakukan pergerakan di bawah tanah
Kicauan gagak memanggil sembilan
Bertemu sembilan wayang
Baik buruk pahit manis menjadi satu
Mengikuti ekor sang semar
Mencari satu pintu yg belum terbuka
Kemanakah sembilan akan dibawa ?
Kemanapun kaki melangkah, sang semar selalu mengamati

Satu demi satu pergi
Melangkah lebih luas
Mencari jati diri yang hakiki
Berkarya pergi ku kembali
Menjadi lakon dalam kidung kehidupan

Mencapai kebijakan itu tidak mudah
Seperti usaha tak berujung
Ingatlah sabda sang semar
Hanya berserah diri pada-Nya

Jauh menerawang ruang batin
Suatu saat..
Bertemu sembilan kembali....

by : Siloka Ingsun

seratus dua puluh delapan

Hari ini tepat 128 hari alias 4 bulan lebih beberapa hari berhenti menghisap asap rokok. Peringkat yang cukup mencengangkan bagi seorang saya. Pertahankan :(
Kenapa mesti di tulis disini ? Karena hari ini adalah hari dimana ada sekali hasrat ingin merokok :( ...fuckk :(
Niat nya sih berhenti total. Semoga ! Amin.
Kata Pak dokter asap rokok bisa membunuhmu.."Umur di tangan Tuhan dok, jawabku" hehehe ngeles
Dokter nya geleng2 kepala dan tarang nya sedikit mengkerut *(mungkin didalam hatinya bilang Bocah Sialan!)
Iya sih asap rokok memang jahat *(mengakui bari teu ridho) hehehe
Tapi lebih jahat ibu tiri yang ngebunuh anak 8 tahun :(
Serius ini mah, buat para makhluk yg di cintai Tuhan nya, yang ngga ngerokok jangan pernah coba-coba, megang juga jangan..jauhi asap rokok jangan jauhi orang nya :(. Bagi perokok berhentilah segera mungkin walau kalian ada niatan baik untuk menafkahi para petani tembakau, "kalau ga ada yang ngerokok mereka makan apa? :(..iya juga ya..tapi kalem weh rejeki mah ada yang ngatur.
Stop dari sekarang, mereka membunuh mu perlahan.

Mungkin diakhiri dengan 3 kata...

SAYANGI DIRI ANDA.............



Semula hanya tanya

Ketika ku menunggu mentari pagi

Dia malu pada pelangi

Ku menanti di depan teras rumah

Dan dia datang dengan ramah

Terbentuk oleh nyali

Pancarkan pada dunia yang telah mati

Semula hanya tanya

Dan kini jawabannya

..................................

Dan senja memeluknya

Ku tetap menunggu sambil tertawa

Tersembunyi di awan jingga

Melambaikan pancaran sebelum pulang

by : Siloka Ingsun





Selasa, 30 Juni 2015

di bawah naungan alkohol

Ketika berbicara tentang rindu, ya tentu saja rindu bersandar pada alam walau pada kenyataannya rindu pada makhluk yang ku sebut misterius.
Duduk manis beralaskan rumput dibawah lindungan pohon-pohon yang menjulang di tengah rimba belantara.
Merasakan belaian angin,nyanyian penghuni alam raya.
Melihat goyangnya tumbuhan.
Ditemani si putih yang berasap beradu dengan satu sloki The Macalan 1939, Chivas Regal Royal Salute pun tak masalah apalagi Ladybank Single Malt yang luar biasa.Satu sloki saja terasa nikmat ketika membasahi kerongkongan, cukup merasuki kinerja otak kiri dan kanan.
Bertanya dalam diri sejenak "apa yang ada di dalam benak para alkoholic? mencari kenikmatan di batas ambang alam sadar atau hanya sekedar pelarian?" Entahlah,,hanya para pelaku yang tahu jawabannya :) .
Cukup lama ku tertegun hingga dikagetkan oleh suara teriakan kesakitan.
Dengan tatapan tanda tanya mengamati sekitar.
"Di bawah !! teriaknya". Aku rumput yang kau injak !"
Ku goyang-goyangkan kepala seraya meningkatkan fokus. Ah mungkin efek alkohol pikirku.
Ku cabut salah satu rumput yang ada di depanku, ku selipkan ke dalam mulut.
"Sudah kau injak, sekarang kau cabut ! Betapa egois nya manusia. Jangan kau abaikan, kami sama-sama makhluk-Nya. Bertumbuh bernafas serta bertasbih kepada-Nya. Kau manusia cuma dapat merusak dan menyia-nyiakan hidup! Jika ku diberi satu permintaan, ku ingin terlahir sebagai manusia bukan sebagai rumput. Tentu nya sebagai manusia yang berguna dan bermanfaat tidak sepertimu. Dan ini bukanlah penyesalan, ku terima takdirku untuk dipotong dan diinjak-injak manusia. Sekecil apapun sesuatu yang diciptakan pasti ada maksud dan tujuannya.Itulah takdirku untuk memberikan kehidupan bagi makhluk lain berdasarkan izin-Nya".

Kembali tersadar mataku tak berkedip mendengar celotehan rumput tadi.
Ada sesuatu yang ingin ku ucapkan pada alam ini " Terima kasih karena kau telah menampar dan mengajarkanku tuk mengenal siapa penciptamu".

and The Point Here Is....

Bersyukur............

HARGAI HIDUP ANDA........................

by : Siloka Ingsun
Read more: http://www.caraseoblogger.com/2013/11/cara-menambahkan-animasi-burung-twitter.html#ixzz3el8JkrWy